Penjaga Loket: “Pak ini film dewasa.”
Pembeli Tiket: “Ah ini kan dari game.”
Penjaga Loket: “Iya pak. Tapi banyak adegan kekerasan pak.”
Pembeli Tiket: “Yang namanya video game itu untuk anak- anak. Mana ada video game untuk dewasa. Saya beli 4 tiket.”
Penjaga Loket: “Yang penting saya sudah mengingatkan ya pak.”
Pembeli Tiket: “Ya. Gakpapa.”
Adegan tersebut masih jelas di memori saya ketika mengantri untuk
membeli tiket film adaptasi video game berjudul Tekken beberapa tahun
yang lalu. Seorang bapak- bapak yang mengajak istri dan 2 orang anaknya
berdebat dengan penjaga loket tiket bioskop yang sayangnya kalah dalam
adu argumen dan akhirnya menjual 4 tiket pertunjukan film Tekken
tersebut kepada si Bapak.
Saya memang sangat menyayangkan masyarakat Indonesia masih belum begitu
peduli dengan sistem rating yang sebenarnya menjaga mental anak- anak
dari konten yang dikhususkan bagi penonton dewasa. Bagi masyarakat awam
memang konten dewasa hanya sebatas ciuman, telanjang, dan adegan seks.
Tidak tahukah mereka bahwa sebenarnya apa yang disebut konten dewasa
tidak hanya sesempit pengertian tersebut? Konten- konten seperti
penggunaan obat terlarang, kekerasan, bahasa, aktivitas orang dewasa,
gaya hidup, tema cerita, serta hal- hal lain yang dirasa dapat
mempengaruhi perilaku anak- anak dijadikan pertimbangan dalam memberikan
rating sebuah film. Untuk bahasa dan aktivitas disesuaikan dengan
budaya masing- masing negara. Sebagai contoh adegan ciuman tidak cocok
bagi penonton anak- anak di Indonesia, namun brief kissing masih
diperbolehkan untuk ditonton anak- anak di Amerika.
Untuk Indonesia sendiri Lembaga Sensor Film (LSF) menjadi lembaga yang
bertanggung jawab untuk memberikan rating film- film (dan media- media
audio visual lainnya) sebelum dilepas ke publik, kecuali siaran berita
dan siaran langsung.
Untuk Amerika Serikat lembaga yang bertanggung jawab untuk memberikan
rating sebuah film adalah Motion Picture Association of America (MPAA).
Pada perkembangannya memang MPAA suka memasukkan klasifikasi-
klasifikasi baru dalam menilai konten suatu film mempengaruhi rating
yang akan diberikan. Sebagai contoh pada tahun 2007 MPAA mulai
memasukkan unsur konsumsi rokok sebagai pertimbangan baru.
Rating sebuah film bisa jadi berbeda untuk versi layar lebar, TV Spot,
trailer, materi promosi, dan Home Video. Bukan berarti sebuah film hanya
satu kali saja masuk dalam proses rating. Bagi pembaca yang suka
membeli home video (VHS, VCD, DVD, Bluray, dll) pasti sudah tidak asing
dengan istilah “Unrated Version”, “Director’s Cut”, “Extended Version”.
Versi- versi tersebut terkadang memasukan unsur yang tidak dihadirkan di
versi layar lebarnya. Selain dikarenakan faktor durasi, penting
tidaknya sebuah adegan, keinginan pihak produser ingin menargetkan
filmnya dikategorikan memiliki rating tertentu juga dijadikan
pertimbangan.
Berikut akan saya jelaskan rating MPAA satu per satu dan juga contoh
film- filmnya. Namun untuk film akan saya fokuskan ke rating versi layar
lebarnya.
G (General Audiences, All Ages Admitted)
Film yang diberikan label ini ditujukan untuk semua umur. Adegan sex,
nude, maupun penggunaan obat terlarang tidak ditampilkan. Namun mungkin
masih menampilkan adegan penggunaan alkohol dan tembakau dalam skala
kecil yang dikonsumsi orang dewasa (bukan anak- anak). Dari segi
kekerasan film yang dikategorikan juga harus dalam standard minor
(cartoonish atau mild-fantasy violence).
Contoh: Monster University (2013), The Princess Diaries 2: Royal
Engagement (2004), Hannah Montana: The Movie (2009), Toy Story 3 (2010),
Alvin and The Chipmunks: Chipwrecked (2011), Gnomeo and Juliet (2011)
PG (Parental Guidance Suggested. Some Materials May Not Be Suitable For Children)
Sepintas hampir sama dengan rating G. Perbedaannya hanya para orangtua
harus lebih waspada dan kalau bisa menyaksikan dulu film ini sebelum
mengajak anak- anaknya menonton. Karena memang banyak konten- konten
kekerasan yang lebih di atas kategori G namun masih “aman” untuk dilihat
anak kecil. Untuk adegan nude pun masih dikategorikan ke dalam “brief
nudity”. Artinya adegan nude yang ditampilkan dalam skala kecil sekali.
Misalnya adegan menunjukkan (maaf) bokong yang merah karena habis
ditendang. Dari segi tema dan skenario ceritapun bisa saja lebih dewasa
dan memerlukan pemikiran yang lebih.
Contoh: Despicable Me 2 (2013), Percy Jackson: Sea of Monsters (2013),
Rise of The Guardians (2012), Up (2009), Oz: The Great and Powerful
(2013), Turbo (2013)
PG-13 (Parents Strongly Cautioned. Some Material May Be Inappropriate For Children Under 13)
Hampir sama dengan PG. Hanya saja orangtua musti menemani dan memandu
anak- anaknya yang berusia di bawah 13 tahun. Di atas 13 tahun? Free.
Film dengan rating ini sudah memiliki kadar tema cerita, kekerasan
,sensualitas, bahasa, nude, dan aktivitas- aktivitas yang dilakukan
orang dewasa namun tidak sampai melewati batasan R rating. Untuk muatan
adegan nude dan sensual lebih banyak daripada rating PG. Namun tidak
memiliki orientasi aktivitas seksual. Level kekerasan lebih tinggi,
namun tidak disajikan terlalu berdarah dan terlalu realistis.
Contoh: The Dark Knight (2008), Man Of Steel (2013), After Earth (2013),
The Avengers (2012), Skyfall (2012), The Twilight Saga: Breaking Dawn
Part II (2012)
R (Restricted. Children Under 17 Require Accompanying Parent or Adult Guardian)
Rating R diartikan bahwa penonton berusia di bawah 17 tahun harus
ditemani orang tua. Konten- konten yang disajikan sudah terlalu dewasa
untuk dikategorikan PG-13. Beberapa bahasa sudah terlalu kasar dan
adegan nude pun sudah mengarah ke aktivitas seksual dengan kadar yang
cukup tinggi. Level kekerasan sudah terlalu brutal dan terlalu
realistis. Bahasa yang digunakan pun dianggap tidak pantas didengar
anak- anak. Beberapa adegan terlalu menakutkan untuk anak- anak.
Contoh: The Conjuring (2013), Olympus Has Fallen (2013), Paranormal
Activity (2007), Kick- Ass 2 (2013), Cloud Atlas (2012), Scary Movie
(2000)
NC- 17 (No One 17 and Under Admitted)
Dilarang untuk ditonton bagi anak berusia 17 tahun ke bawah. Konten-
konten yang ada sudah tidak bisa ditolerir bagi anak berusia di bawah 18
tahun. Namun NC-17 bukan berarti film ini adalah film porno. Masih ada
perbedaan antara NC-17 dan Pornographic.
Contoh: A Serbian Film (2011), Shame (2011), Matador (2005), Inside Deep
Throat (2005), Bad Education (2004), The Dreamers (2004)
Terlepas dari dugaan praktek lobi melobi ataupun politik macam apa yang
dilakukan oleh produser kepada MPAA, kita minimal harus tahu kategori
apa yang diberikan kepada sebuah film layar lebar. PG-13 merupakan
rating favorit. Banyak produser yang setengah mati mengusahakan agar
filmnya mendapatkan rating ini. Karena rating ini sangat berpotensial
membuka jalan untuk meraih perolehan box office yang tinggi. Untuk
kategori dewasa juga pihak produser dengan segala kemampuannya akan
berusaha untuk menghindari perolehan rating NC-17. Biasanya mereka lebih
cenderung mendapatkan rating R.
Nah, setelah membaca ini mudah- mudahan kita bisa lebih membuka diri
untuk melihat rating apa yang diberikan kepada film yang akan disaksikan
anak- anak kita. Dan bukan hanya film saja. Semua media hiburan pasti
memilliki rating tersendiri. Seperti video game, komik, novel, mainan,
dan lain- lain. Dan mudah- mudahan anak- anak Indonesia bisa menjadi
generasi penerus bangsa yang tidak terkontaminasi pikirannya dengan
tontonan yang seharusnya ditujukan bagi penonton dewasa.
So, ke depannya gak ada lagi ya yang nyalahin Smack Down pas anaknya
matahin tangan temennya. Atau nyalahin Superman karena anaknya jatuh
dari pohon belajar terbang.
sumber: kepo
//
Label:
Sekilas Info
//
0
komentar
//
0 komentar to "Penting Untuk Dilihat Para Orang Tua, Tentang Rating FILM Di BIoskop (MPAA Ratings)"
testing